Jumat, 24 Oktober 2014

Aktivitas & Kreativitas Yang Biasanya Dilakukan Anak Pinggir Rel KA (Bag. 2)

MEMBUAT PISAU KECIL
Jangan dulu berprasangka buruk dengan aktivitas yang satu ini, yah...memang waktu kami kecil dulu, ini adalah salah-satu aktivitas dan kreativitas yang kami lakukan di pinggir rel KA. Caranya pun unik & mudah yaitu: dengan menyiapkan sebuah paku (dengan ukuran yang diinginkan) dan kemudian diletakkan di atas rel agar digilas oleh kereta yang lewat.
Hasilnya, paku tsb pun menjadi gepeng dan kami hanya tinggal mengasahnya seperti layaknya pisau. Tetapi perlu diketahui pada saat paku baru saja digilas oleh kereta, kita tidak boleh langsung memegangnya, karena saat itu biasanya paku tsb sangat panas. Biasanya kami menggilas paku ini di pagi buta, sekitar jam 5 dini hari (sehabis sholat subuh), karena pada saat itu kereta yang melintas adalah kereta container dari arah Tanjung Priok yang berisikan barang-barang besar dan berat, sehingga paku yang digilas menjadi lebih gepeng atau tipis...

Setelah itu kami tinggal memberikannya pegangannya, dan paku yang telah berubah menjadi pisau tsb siap untuk digunakan. Mungkin seiring dengan banyak bermunculan tindakan kriminal, mis: pembunuhan, penodongan, dll...kami pun sekarang sudah tidak bisa dengan leluasanya membuat pisau kecil ini, karena memang ada undang-undang yang mengatur penggunaan suatu sejata tajam

BERMAIN LAYANGAN
Selain lapangan terbuka, tempat yang paling cocok untuk bermain layangan adalah rel KA, kenapa? karena memang angin di rel KA cukup besar, sehingga sangat ideal apabila kita bermain layangan di rel KA ini.
Itulah sebabnya banyak kita temui kabel/ kawat listrik di sepanjang rel KA dipenuhi dengan "bangkai" layangan, dan "bangkai" tsb akan hilang dengan sendirinya seiring dengan waktu berjalan...alias tidak ada yang membersihkannya. Pertanyaannya kalau ada yang ingin membersihkannya, siapa? dan menggunakan apa? karena ketinggian dari kabel/ kawat listrik di rel KA ini sekitar 15 meter-an.

ADU BALAP LORI
Rel KA di daerah kami ada 2 jalur, sehingga kami bisa melakukan adu balap lori di rel kiri & kanan. Adapun lori yang kami pakai adalah hasil buatan tangan kami sendiri, yang kami buat dari lembaran kayu dengan roda yang kami pakai diambil dari bearing bekas yang sudah tidak terpakai lagi.
Lomba balap lori ini sangat meriah dan menjadi tontonan yang cukup menghibur, karena biasanya akan diiringi dengan ejekan khas anak pinggir rel KA.
Permainan dilakukan sangat sederhana bisa dilakukan sendiri atau dengan 2 orang. Kalau sendiri, maka orang yang menaiki lori akan mendorong lori menggunakan kakinya sendiri (seperti bermain skate-board), sedangkan kalau dengan 2 orang, maka 1 orang duduk di atas lori dan 1 orang lagi mendorong lori sambil berlari

JEMUR BADAN & "CUCI MATA"
Inilah aktivitas yang cukup "sehat" yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di pinggir rel KA. Jemur badan tentunya kerap kita lakukan di pagi hari, khususnya pada saat hari libur, pada jam 7 - 9 pagi, hasilnya sangat enak buat badan kita, karena selama 2 jam-an tsb, badan kita terpapar oleh sinar mentari pagi, yang kata para ahli menjadi sumber vitamin D yang paling baik dan murah. Mungkin itulah sebabnya, meskipun kehidupan kami "KERE" alias miskin, tetapi alhamdulilah kami jarang sakit, meskipun kehidupan kami sangat tidak sehat...mis: sering bermain hujan-hujanan, kondisi lingkungan yang tidak sehat (banyak lalat di tumpukan sampah pinggir rel KA), dll...Tuhan Maha Besar..

"Cuci mata", nah...aktivitas ini biasanya kami lakukan di sore hari, kenapa? hahaha...jadi malu bila ingat masa-masa ini...karena memang sore hari adalah saat dimana semua orang pulang dari aktivitasnya, mis: pulang kantor, karyawan pulang dari pabrik, anak-anak sekolah juga pulang, dll...dan kami pun bisa dengan leluasanya melihat hiburan yang gratis ini, meskipun tidak jarang ada yang melakukan pelecehan ringan terhadap orang yang lalu-lalang, mis: bersuil, mengejek, dll.

REFLEKSI KAKI
Satu lagi aktivitas yang sehat dan murah, yang bisa kami lakukan, yaitu: berjalan dengan telanjang kaki (nyeker) di atas batu-batu bantalan rel KA, karena dengan melakukan ini, aliran darah kita konon bisa menjadi lancar, sehingga bisa sedikit mengurangi beban sakit rematik bagi penderitanya.

Emmmhh....sungguh suatu pengalaman yang sukar untuk dilupakan, karena semua aktivitas serta kreativitas yang kami lakukan di atas, benar-benar sangat mudah, bermanfaat dan murah alias gratis...tis..tis...semoga bermanfaat.

habis..

Selasa, 21 Oktober 2014

Aktivitas & Kreativitas Yang Biasanya Dilakukan Anak Pinggir Rel KA (Bag. 1)

Sebagai orang yang pernah tinggal di pinggiran rel Kereta Api (KA) selama lebih dari 3 dekade, penulis merasa tertantang untuk membagikan (sharing) pengalaman aktivitas serta kreativitas yang pernah dialami penulis sendiri selama hidup di pinggir rel KA.

Banyak aktivitas dan kreativitas yang dilakukan orang yang hidup di pinggir rel KA, dari yang sifatnya positif, nyeleneh, sampai yang hanya "iseng" belaka. Berikut ini beberapa aktivitas serta kreativitas yang akan penulis uraikan, antara lain:

BERMAIN JALANGKUNG
Membaca kata "Jalangkung" tentunya, persepsi kita langsung menuju ke arah mistis, klenik, supranatural, dll...yah, memang benar Jalangkung yang dimaksud disini adalah permainan yang mengundang arwah orang yang sudah meninggal, guna tujuan tertentu.
Waktu yang dicari pun tidak bisa sembarangan, biasanya kami bermain Jalangkung ini dimalam hari, tepatnya diatas pukul 00:00 WIB (jam 12 malam), dan area yang paling tepat serta cepat mendapatkan arwah tidak lain dan tidak bukan adalah REL KERETA API !! kenapa? karena memang sudah jadi rahasia umum, bahwa cukup banyak orang yang meninggal (bunuh diri) di rel KA ini, tidak terkecuali rel KA Pademangan tempat kami tinggal.

Sebelum mulai permainan ini, kami harus menyiapkan beberapa peralatan, guna menunjang permainan ini agar bisa berjalan sesuai harapan, antara lain:

  1. Boneka yang sudah dimodifikasi atau ditambahkan tambourine atau "keclekan" tukang ngamen, serta ditambahkan kapur atau spidol di salah satu tangannya
  2. Papan tulis atau kertas
  3. Cerutu atau lisong
  4. Hio, 
  5. Lilin, dan
  6. Beberapa panganan kecil, mis: dodol, kacang, dll
Setelah semua peralatan diatas dirasa siap, maka selepas tengah malam, kami langsung menuju rel KA, guna memulai ritual ini. Biasanya ada salah satu dari kami yang bertugas memanggil arwah dengan sambil menggerakkan hio di tangan, biasanya kalimat yang dilantunkan adalah "jalangkung...jalangkung...datanglah...datanglah..disini ada pesta kecil-kecilan..dst" kalimat tsb diulang terus-menerus, hingga akhirnya si-arwah masuk ke dalam boneka yang telah kami siapkan tsb.

Adapun tanda-tanda si-arwah sudah masuk ke dalam boneka, adalah: berat boneka yang tadinya ringan menjadi berat (konon beratnya seberat tubuh si-arwah semasa hidup), serta bunyi tambourine atau "keclekan" yang telah terpasang di boneka tsb.....disaat inilah suasana menegangkan serta menyeramkan mulai timbul
Kami pun akhirnya memberikan beberapa pertanyaan kepada si-arwah, yaitu: namanya siapa? umurnya berapa? matinya kenapa? dll....memang dasar otak kriminal, ujung-ujungnya kami menanyakan kode lotre atau buntut yang akan keluar besok....hahaha...maklum saat itu judi lotre atau buntut masih legal, seperti: SDSB, Porkas, Togel Singapura, dll...
Jawaban yang diberikan oleh si-arwah biasanya ditulis di papan tulis atau kertas yang kami sediakan, dengan tulisan yang pelan dan acak-acakan....emmhh...sampai saat ini penulis juga tidak bisa membayangkan apabila si-arwah tsb buta huruf???
Satu kali pernah kami dapat arwah teman kami sendiri yang telah meninggal bunuh diri beberapa tahun yang lalu di rel KA tsb, dan akhirnya kami pun banyak bertanya ini-itu, termasuk kenapa bisa sampai bunuh diri?

Setelah kami puas bertanya ini-itu, maka kami pun minta si-arwah untuk bisa pergi meninggalkan boneka yang dirasukinya....nah moment inilah yang terkadang cukup "berbahaya", karena adakalanya si-arwah tidak serta-merta langsung menuruti perintah kami untuk pergi alias dia masih merasuki bonekanya.....tapi biasanya (dasar kami yang iseng) boneka tsb langsung kami tendang sambil lari terbirit-birit menjauhi rel KA....hahaha....

bersambung...

Jumat, 17 Oktober 2014

Sejarah Berdirinya Kawasan Pademangan & Genk Lapendos

Bila melihat nama dari blog ini "Lapendos Pademangan", rasanya kurang lengkap bila penulis tidak mengulas terlebih dahulu sejarah berdirinya kawasan Pademangan ini, meskipun sejarah ini diterangkan berdasarkan "kaca-mata" dari penulis saja, yang notabene sudah tinggal di daerah Pademangan sejak tahun 1975.

Diawal tahun 1970-an, daerah Pademangan mungkin belum ada di dalam peta DKI Jakarta, karena memang saat itu, daerah Pademangan masih berupa situ atau empang, dan seiring dengan bertambahnya arus urbanisasi, maka situ atau empang tsb dipatok oleh beberapa orang yang meng-claim bahwa tanah tsb sudah menjadi miliknya. Mereka pun akhirnya tinggal di atas rumah panggung dengan ditopang kayu "dolken" hingga beberapa tahun kedepan. 

Seiring dengan waktu, sambil tinggal di atas rumah panggung, ada sebagian dari mereka yang mengurug empang di bawah rumahnya dengan material seadanya, antara lain: sampah, puing, tanah, dll, hingga akhirnya menutupi keseluruhan empang tsb. Hingga akhirnya mereka sudah tidak tinggal di rumah panggung lagi, tetapi sudah tinggal di atas rumah yang sudah berdiri di atas tanah. Karena berada di bawah permukaan laut, itulah sebabnya hampir 30 tahun terakhir Pademangan dikenal dengan daerah yang langganan banjir. Banyak rumah di Pademangan yang sering "kejar-kejaran" dengan tinggi jalan, guna mencegah rumahnya kebanjiran, termasuk rumah penulis yang hampir setiap musim hujan selalu kebanjiran. Dan sudah menjadi hal yang lumrah apabila rumah-rumah di Pademangan seperti rumah "liliput" alias rumah yang beratap pendek, karena seringnya diurug dengan tanah. Kalau sudah begini temperatur di dalam rumah tsb menjadi sangat-sangat sumpek dan gerah.
Dahulu mungkin satu-satunya tempat mengungsi orang-orang Pademangan saat banjir adalah Rel Kerata Api, karena memang Rel KA ini lah dataran yang paling tinggi di kawasan itu, tetapi sekarang justru kebalikannya, rel KA adalah tempat yang paling rendah, dan bahkan menjadi area yang pertama kali terendam air apabila sudah masuk musim hujan...hahaha..ironis

Singkat kata, akhirnya berdirilah daerah Pademangan, yang sekarang dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: Pademangan Barat & Pademangan Timur. Secara kasat mata perbedaan kawasan ini bisa kita bedakan dari bentuk rumah dan susunannya, kalau Pademangan Barat lebih cenderung kumuh dan rumah-rumahnya tidak beraturan, sedangkan Pademangan Timur lebih cenderung "mapan" alias rapi. Semula Pademangan hanyalah tingkat kelurahan yang menjadi bagian dari Kecamatan Penjaringan, tetapi karena populasi masyarakatnya yang berkembang secara signifikan, maka Kelurahan Pademangan dimekarkan menjadi Kecamatan Pademangan.

Di samping Rel KA, tepatnya di RT010/ RW 04 Kelurahan Pademangan Barat, inilah nama Genk LAPENDOS berdiri, Lapendos artinya Laki-laki Penuh Dosa, penulis sendiri tidak tahu persis kapan tepatnya Genk Lapendos ini berdiri, tetapi yang jelas berdirinya Genk Lapendos ini bersamaan dengan lagi nge-trend-nya tarian "Break Dance" , yang pada saat itu kita masih mengenal artis: Rico Tampaty, Chica Koeswoyo, Dina Mariana, dll

Genk Lapendos ini cukup dikenal dan disegani pada saat itu, karena memang di dalam genk ini ada banyak type orang dengan latar belakang yang "unik", ada preman, bromocorah/residivis, tukang palak/ todong, santri, jago "break dance", jago main gitar+nyanyi (khususnya lagu-lagu Iwan Fals), jago lukis, dll , sehingga pada saat itu penulis terkadang "bangga" bila berkenalan dengan menyebut daerah asal penulis, yaitu: Genk Lapendos, mungkin hanya Genk Volker (di kawasan Tanjung Priok) yang masih bisa menandingi kehebatan Genk Lapendos ini.

Seiring dengan bertambahnya waktu, populasi masyarakat di Pademangan ini menjadi besar, sehingga saat ini kawasan Pademangan ini terkenal dengan kawasan padat penduduk, sampai-sampai penulis agak kesulitan parkir mobil bila sedang pulang mudik ke Pademangan. satu hal yang masih membuat penulis rindu/ kangen dengan Pademangan, yaitu: selain masih bisa bercengkrama dengan sobat kecil, di sana pula penulis bisa mengajarkan arti "HIDUP" yang sebenarnya kepada anak-anak penulis (Gigih - 8 tahun & Genta - 4 tahun), bagaimana beruntungnya mereka sekarang yang tidak mengalami sulitnya hidup dan besar di kawasan Pademangan. Dan dari kawasan Pademangan inilah penulis bisa mengajarkan kepada mereka bagaimana pentingnya "bertahan hidup" dengan harus bekerja keras guna mendapatkan makan (maklum sampai saat ini masih cukup banyak anak-anak di Pademangan yang hidup di bawah garis kemiskinan)

Demikian sedikit ulasan tentang Pademangan dan Genk Lapendos, ulasan inipun dibuat tidak lain dan tidak bukan karena pada dasarnya penulis memang senang membuat suatu ulasan atau artikel, dan sambil berharap dapat berguna bagi rekan-rekan dalam membuka wawasan. Terima kasih